Halaman

Welcome to the Blog of Dilean Mahks

Selasa, 31 Maret 2015

CASE STUDY: CELEBRITY BIG BROTHER 2007

NAMA           : DILEAN DWI NOVARI MAHKS
NIM                : 125120207111021
ANALISIS JURNAL

CASE STUDY: CELEBRITY BIG BROTHER 2007


Stasiun Televisi yang beroperasi di Inggris berdiri sejak tahun 1982, stasiun tv ini bernama Channel 4. Pada saat itu Channel 4 bergabung dengan dua saluran BBC & ITV. Sebelumnya stasiun tv ini merupakan televise perusahaan dari Independent Broadcasting Authority (IBA). Channel 4 television sudah menjadi saluran komersial dengan pendanaan mandiri yang sekarang sudah mulai dioperasikan sendiri oleh perusahaannya.
Program tv yang terdapat pada Channel 4 yang bernama big brother, mengakibatkan munculnya isu. Isu tersebut terjadi pada program Big Brother yang ada di Channel 4. Dimulai dari suatu permasalahan yang muncul pada peserta asal Inggris kepada Shilpa Shetty. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan budaya. Perbedaan budaya dan kelas mengakibatkan munculnya opini para penonton terhadap keluhan atas dugaan perbuatan intim oleh teman satu asrama kepada Shilpa Shetty. Jumlah keluhan penonton terus meningkat, bahkan beberapa pihak juga telah memberikan kewaspadaan terhadap Channel 4 television agar dapat mengambil tindakan yang tegas atas perilaku rasisme yang tidak dapat diterima tersebut.
Tessa Jowell sebagai Sekretaris Kebudayaan menyerukan suaranya dengan berkata bahwa Program Big Brother menjadikan “rasisme” sebagai hiburan didalam dunia petelivisian. Isu rasisme berkembang karena tidak adanya manajemen isu yang baik yang ditindak lanjuti oleh pihak Channel 4. Bahkan Channel 4 ini menolak adanya rasisme dan menjelaskan bahwa konflik yang terjadi didalam program Big Brother diakibatkan karena adanya perbedaan budaya dan kelas social sehingga opini public diabaikan dan berakibat pada operasional organisasi.
Akibat dari permasalahan tersebut, isu menjadi terus berkembang hingga mengakibatkan permasalahan terhadap insiden diplomatic pemerintahan Inggris, yang diberikan oleh Ofco, yaitu bahwa Channel 4 telah melanggar kode etik dan akan diberikan sanksi undang – undang kepada Channel 4 Television.

Sebuah krisis yang menjadi tahap berkembangnya isu, yaitu pada saat Channel 4 Television mendapatkan banyak masukan terhadap dugaan intimidasi, serta berdasarkan sumber krisis yang ada, bahwa krisis ini terjadi pada seseorang atau sekelompok yang berusaha untuk menjatuhkan dan membahayakan pihak lain Kriyantono (2012, h. 177). Program Big Brother ini merupakan acara untuk memperebutkan sesuatu sehingga terdapat beberapa pihak yang dikelompokkan dalam kelas-kelas yang berusaha untuk saling menjatuhkan satu sama lain. Sedangkan dalam aspek jenis isunya, isu ini termasuk pada isu Offensive Issu (Kriyantono, 2012, h. 157/158), yaitu isu ini digunakan oleh perusahaan untuk menaikan rating program Big Brother dengan tujuan mendapatkan profit dari iklan.

TAHAPAN ISU
            Menurut Hainswortsth (1990, dan Meng, 1992, dikutip di Regester & Larkin, 2008) dalam Kriyantono (2012, h. 159), Tahapan isu yaitu :
1.     Tahapan Origin (Potential Stage)
Seseorang atau kelompok mengekpresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini, pada tahap ini dimungkinkan mereka melakukan tindakan-tindakan tertentu berkaitan dengan isu yang dianggap penting. Peserta asal india, yaitu Shipa Shettysering disebut “india” oleh teman teman se-asramanya yang dikarenakan sulit untuk memanggil namanya. Ofcom menerima lebih dari 200 keluhan atas rasisme oleh tiga teman serumah. Pemicu dari permasalahan kasus ini adalah adanya perbedaan budaya dan kelas social yang menyebabkan munculnya isu rasisme.
2.     Tahapan Meditation and Amplification (Imminent Stage/emerging)
Isu berkembang karena isu-isu tersebut telah mempunyai dukungan publik, yaitu ada kelompok-kelompok yang lain saling mendukung dan memberikan perhatian. Jumlah pengaduan terus meningkat, beberapa pihak juga sudah memberikan kewapadaan terhadap program Big Brother tersebut. Agar mengambil tindakan atas perilaku rasis tersebut. Tessa Jowell selaku Sekretaris Kebudayaan mengatakan bahwa “program Big Brother ini hanya bertujuan untuk menjadikan rasisme sebagai hiburan.



3.     Tahapan Organization
·      Current stage, isu berkembang menjadi lebih populer karena media massa memberitakannya berulang kali dalam skala besar, sebagian kecil pemirsa acara saat itu pula memuncak sebanyak 8,2 juta pemirsa. Pada saat Ofcim menerima lebih dari 200 keluhan dugaan rasisme oleh teman se-asrama tersebut.
·      Critical Stage, ada pihak setuju dan menentang yang mana mereka saling mempengaruhi kebijakan untuk semakin terlibat. Channel 4 dihentikan dan membantah mengenai insiden yang terjadi dan menyebabkan insiden diplomatic kepada pemerintah Inggris, ketika Menteri india mengatakan bahwa insiden itu menimbulkan amarah dari setiap pesertanya.
4.     Tahapan Resolution (Dormant stage)
Organisasi dapat mengatasi isu dengan baik sehingga isu diasumsikan telah berakhir sampai seseorang memunculkan kembali dengan pemikiran dan persoalan baru yang ternyata memiliki keterkaitan dengan isu sebelumnya. Channel 4 menggunakan penangkalan isus rasis yang dituduhkan terhadap staisun televise tersebut. Akan tetapi strategi yang digunakan Channel 4 ini salah, karenakan perusahaan televise ini benar melakukan rasisme, Hal ini membuat Channel 4 pada tahap pascakrisis, mengakui kesalahannya atas tindakan menayangkan program big Brother dengan memunculkan rasisme didalamnya.
Kesimpulan yang dapat dipelajari dari kasus ini adalah Perusahaan seharusnya focus pada konten acara bukan pada profitnya, karena jika program televise tidak memperhatikan konten programnya, akan dapat menimbulkan konflik atau keluhan terhadap pemirsa dirumah atau orang yang menontonnya. Channel 4 television seharusnya juga cepat dan tanggap dalam mengatasi kasus yang terjadi pada program acaranya tersebut, dan berani mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada audiens yang telah memberikan banyak keluhan. Perusahaan juga semustinya menanamkan rasa empati dan salin g menghormati budaya menyiarkan program acaranya, sehingga tidak terjadi suatu permasalahan yang berdampak negative, serta mendapatkan respon positif dari audiens.


DAFTAR PUSTAKA

Kriyantono, R. (2012). Public Relation & Crisis Management: Pendekatan Critical Pubic Relations, Etnografi Kritis dan Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Rabu, 25 Maret 2015

CRISIS MANAGEMENT CASE STUDY: THE TYLENOL TALE

NAMA           : DILEAN DWI NOVARI MAHKS
NIM                : 125120207111021
ANALISIS JURNAL

CRISIS MANAGEMENT
CASE STUDY: THE TYLENOL TALE

Perusahaan Johnson & Johnson’s merupakan perusahaan terbesar dengan produknya, yaitu Tylenol,  dimana perusahaan mengalami kasus pada tahun 1982 yang terdapat delapan orang penduduk Chicago, AS yang meninggal, kemudian pada tahun 1986 dengan kejadian yang sama, yaitu menewaskan satu orang secara misterius. Banyaknya korban jiwa tersebut menimbulkan informasi bahwa hasil otopsi yang dilakukan oleh tim forensic menunjukkan dari semua orang tersebut meninggal yang diakibatkan oleh racun yang terkandung didalamnya yang bernama “sianida” dan ditemukan fakta bahwa racun tersebut dimasukkan tersebut secara sengaja oleh orang yang dapat dikatakan tidak bertanggung jawab atas racun “sianida” yang dimasukkan kedalam kapsul obat merek Tylenol hasil dari prosuksi Johnson & Johnson’s. Setelah diketahuinya bahwa seseorang yang memasukkan racun “sianida adalah mantan karyawan perusahaan Johnson & Johnson’s yang telah sakit hati kepada perusahaan tersebut akibat PHK. Tentu saja hal ini mengakibatkan terjadinya isu mengenai racun “sianida” tersebut.
Produk Tylenol pada perusahaan Johnson & Johnson’s dapat dimasukkan kedalam isu universal, defensive issue, dan isu eksternal. (Kriyantono, 2012, h. 157/158).
·      Isu Universal meruapakan isu isu yang mempengaruhi banyak orang secara langsung, bersifat umum dan berpotensi memengaruhi secara personal. Isu pada perusahaan Johnson & Johnson’s bias dikatakan isu universal, karena kasus yang terjadi berkaitan dengan keselamatan orang banyak. Isu racun Tylenol tidak hanya mempengaruhi konsumen, akan tetapi masyarakat lain juga ikut serta dalam memberi perhatian dan bahkan dari akibat isu tersebut masyarakat jadi takut akan memakai obat obatan yang setara dengan produk Johnson & Johnson’s
·      Defensive issue merupakan isu isu yang membuat cenderung memunculkan ancaman terhadap organisasi, karenanya organisasi harus mempertahankan diri agar tidak mengalami kerugian reputasi. Pada saat perusahaan Johnson & Johnson’s tertimpa kasus, munculnya ancaman-ancaman seperti penurunan saham dan perusahaan melakukan berbagai macam aktivitas agar dapat mempertahankan citra dan reputasi perusahaan.
·      Isu Eksternal merupakan isu yang mencakup peristiwa-peristiwa atau fakta yang berkembang di luar organisasi.. Isu eksternal yang terdapat dari Perusahaan Johnson & Johnson’s terdapat dalam produk kapsul Tylenol mengenai racun “sianida” yang telah berkembang menyebar luas hingga keluar perusahaan dan mengakibatkan rusaknya citra perusahaan di mata masyarakat.
Kasus pada perusahaan Johnson & Johnson’s tentang racun Tylenol dapat dimasukkan kedalam beberapa tahapan isu. Menurut Hainswortsth (1990, dan Meng, 1992, dikutip di Regester & Larkin, 2008) dalam Kriyantono (2012, h. 159), yaitu :
1)    Tahapan Origin (potensial stage).
Pada tahap ini, seseorang atau kelompok mengekspresikan perhatiannya pada isu dan memberikan oipini. Informasi yang berasal dari tim forensic yang menunjukkan korban yang meninggal di Chicago meninggal karena racun “sianida” yang terdapat dalam kandungan produk Tylanol, kemudian isu digencarkan oleh media massa mengenai korban dan penyebab dari racun produk Tylenol perusahaan Johnson & Johnsos’s.
2)    Tahap Mediation dan Amplification (imminent stage/emerging).
Pada tahap ini, isu berkembang karena isu isu tersebut telah mempunyai dukungan public, yaitu ada kelommpok – kelompok yang lain saling mendukung dan memberikan perhatian pada isu isu tersebut.  Berita tewasnya penduduk Chicago yang tersebar luas oleh media massa sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi panic, khususnya seperti rumah sakit, apotik, pasien, dan dokter. Mereka semua cemas dan panic akan isu korban Chicago akan obat dari produk Tylanol tersebut.
3)    Tahap Organization (current stage dan critical stage).
Disebut tahap organisasi, karena pada tahap ini public sudah mulai mengorganisasikan diri dan membentuk jaringan-jaringan. Isu perusahaan Johnsosn & Johnson’s didalam tahap ini menjadi popular dikalangan media massa yang telah menyiarkan berita kasus racun tersebut berulang kali dan ditambah interaksi diberbagai media social. Pemberitaan ini terjadi karena meninggalnya beberapa masyarakat Chicago yang dikarenakan mengkonsumsi kapsul Tylenol yang mengandung racun “sianida”. Hal tersebut menimbulkan kepanikan pada masyarakat akan racun kapsul Tylenol tersebut. Sedangkan Critical stage itu sendiri didalam tahap ini merupakan public terbagi menjadi dua kelompok, setuju dan menentang. Karena perusahaan sangat tanggap akan kedaan lingkungan sekitar perusahaan, oleh karena itu perusahaan mendapatkan dukungan penuh dari media (Wall Street Journal). Dukungan ini diperoleh karena karena management dan Public Relations Johnsosn & Johnson’s yang sudah tepat memilih mencabut semua penjualan prosuk kapsul Tylenol dari pasaran untuk menjaga kesehatan public.
4)    Tahap Resolution (dormant stage).
Pada tahap ini, pada dasarnya perusahaan dapat mengatasi isu dengan baik (setidaknya, publik puas karena pertanyaan-pertanyaan seputar isu “dapat terjawab”, pemberitaan media mulai menurun, perhatian masyarakat juga menurun, salah satu karena berjalannya waktu, ada solusi dari organisasi atau pemerintah), sehingga isu diasumsikan telah berakhir. Pada tahap ini penaganganan krisis dan isu mengenai racun dalam produk Tylenol ini sangat dapat diselesaikan dengan baik. Perusahaan segera melakukan berbagai upaya dalam penanganan kasus, perusahaan juga berupaya untuk memulihkan citra dan reputasi perusahaan yang telah sempat menurun di amata masyarakat karena adanya isu racun “sianida” yang merengut korban jiwa. Setelah perusahaan berhasil membangun citra dan reputasi perusahaan, Perusahaan Johnson & Johnson’s berushaa membangun hubungan dengan public internal perusahaan. Perusahaanpun berhasil meluncurkan kemasan baru produk Tylenol dan mendapatkan penghargaan “Silver Anvil Award dari Public Relations Society of America”.
Perushaan Johnson & Johnson’s mengalami jenis krisis Konfrontasi dan Malevonce.
            Menurut Kriyantono (2012, h. 177) krisis konfrontasi disebabkan relasi yang buruk anatara organisasi dan public dapat merangsang terjadinya konfrontasi, dan akhirnya memicu krisis. Gencarnya pemberitaan media massa terhadap perusahaan Johnson & Johnson’s, dikarenakan kurangnya relasi perusahaan dengan media, sebelum terjadinya krisis hingga setelah terjadinya krisis, sehingga membuat media berlomba untuk memberitakan berita yang memiliki nilai tinggi di mata masyarakat.
            Menurut Kriyantono (2012, h. 177) krisis malevonce terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang mempunyai keinginan untuk menjatuhkan atau membahayakan organisasi. Pada kasus ini telah terjadinya sabotase dari seorang karyawan yang telah di PHK oleh perusahaan dan menimbulkan dampak fatal, yaitu kematian 7 korban di Chicago, dan kemudian korban bertambah hingga 250 korban dan penyakit akibat mengkonsumsi produk Tylenol. Hal ini membuat citra dan reputasi perusahaan Johnson & Johnson’s menurun .
            Tahap Krisis yang dialami oleh perusahaan Johnson & Johnson’s terdapat tiga tahap (Coombs, 2010; Devlin. 2007; Smudde 2001), yaitu :
·      Tahap pra krisis (pre-crisis)
Tahap pra krisis terjadi ketika situasi serius mulai muncul dan organisasi menyadarinya. Pada tahap ini, perusahaan maupun karyawan atau pimpinan manajemen telah mengetahui tanda-tanda akan terjadinya krisis, yaitu telah ditemukannya racun “sianida” di dalam kapsul produk Tylenol pada perusahaan Johnson & Johnson’s
·      Tahap krisis (acute crisis)
Tahap krisis terjadi ketika situasi tidak dapat dimanajemen dengan baik oleh organisasi, sehingga kasus terkontaminasi dengan racun “sianida” sudah menyebar luas ke media massa serta berita tentang 250 korban dan sakit akibat dari mengkonsumsi kapsul Tylenol tersebut.
·      Tahap pascakrisis (post-crisis)
Tahap pascakrisis terjadi ketika krisis sudah terakumulasi dan organisasi berupaya mempertahankan citranya. Tahap ini terjadi ketika perusahaan menarik kembali semua produk Tylenol dan mengehntikan pemasaran produk. Kemudia perusahaan menguji 87 juta tablet dan ternyata tidak lebih dari75 tablet yang terkontaminasi. Perushaan akhirnya bangkit dengan meluncurkan produk Tylenol dengan kemasan baru serta memenangkan award Silver Anvil Award dari public Relations Society of America.

Strategi komunikasi yang digunakan untuk mendukung tindakan perusahaan, anatara lain :
·      Membujuk masyarakat untuk dapat mendukung tindakan yang sedang dilakukan oleh perusahaan
·      Meyakinkan masyarakat untuk memiliki sikap mendukung atau menerima tindakan.
·      Strategi pesan yang disampaikan diawali dengan kegiatan mengumpulkan fakta mengenai produk kapsul Tylenol di wilayah Chicago, bekerja sama dengan badan POM, dan kepolisian, serta meyakinkan berbagai pihak melalui pesan yang disebarkan.
·      Berusaha merespon krisis dengan cara terbuka kepada media massa, selain itu perusahaan melakukan pers release terkait dengan kasus racun “sianida” kapsul Tylenol kepada media massa di 30 kota di Amerika.
Manajemen perusahaan Johnsosn & Johnson’s dengan Public Relationsnya melakukan berbagai macam upaya untuk merespon berbagai masalah yang perusahaan hadapi, yaitu :
·      Menghentikan produksi kapsul Tylenol, menjalin hubungan dengan aparat keamanan serta badan POM (pengawas obat dan makanan).
·      Menarik seluruh kapsul Tylenol di pasaran diseluruh AS, memproduksi kemasan kapsul baru, dan mengemas kapsul baru agar tahan terhadap bocor dan tidak bias di sabotase lagi.
·      Berupaya melakukan promosi yang lebih intensih, agar dapat meyakinkan konsumen atas keamanan dan keselamatan masayrakat dari kemasan baru produk Tylenol.
Kesimpulan yang saya dapat dari kasus ini adalah perusahaan Johnson & Johnson’s aktif dan efektif dalam menangani krisisnya. Respn yang diberikan dari public internal perusahaan cepat dan tanggap, serta perusahaan langsung menghentikan produk Tylenol yang terkena racun “sianida” agar tidak adanya lagi korban kematian akibat kasus tersebut.




DAFTAR PUSTAKA

Kriyantono, Rachmat. 2012. Public Relations & Crisis Management. Jakarta: Kencana

Rabu, 18 Maret 2015

CASE STUDY-ISSUES MANAGEMENT: ARLA PRODUCT BOYCOTT IN THE MIDDLE EAST

NAMA           : DILEAN DWI NOVARI MAHKS
NIM                : 125120207111021
ANALISIS JURNAL

CASE STUDY-ISSUES MANAGEMENT:
ARLA PRODUCT BOYCOTT IN THE MIDDLE EAST

Pemberitaan melalui surat kabar Denmark Jyllands-Posten, memunculkan suatu permasalahan terhadap perusahaan Arla. Perusahaan Arla melakukan penghujatan kepada umat islam dimana Arla memuat 12 kartun editorial yang menggambarkan nabi Muhammad kedalam media, karena segmen pasar mereka adalah wilayah Negara umat beragama islam, maka umat islam tersebut tidak terima dengan terbitan media tersebut.
Beberapa surat kabar lainnya yang mengatakan bahwa kartun yang menggambarkan nabi Muhammad tersebut merupakan kontribusi terhadap perdebatan kritik islam, anatara lain seperti surat kabar besar Eropa di Belanda, Jerman, Norwegia, dan Perancis. Maka dari itu hal tersebut membuat umat islam se-dunia melakukan aksi protes dengan membakar gedung-gedung kedutaan di Denmark dan Norwegia tepatnya di Damaskus dan Beirut, dan penyerbuan oleh orang-orang bersenjata di sebuah gedung Uni Eropa di kota Gaza, hal tersebut dilakukan untuk permintaan maaf Norwegia dan Denmark terhadap umat islam.
Aksi selanjutnya yang dilakukan oleh Negara mayoritas muslim adalah meminta pertemuan dengan perdana menteri Denmark, Anders Fogh Rasmussen untuk membahas publikasi yang terjadi padaa saat ini. Perdana menteri Denmark menganggap pers tidak mempengaruhi apapun dan lebih memilih untuk tidak meminta maaf kepada yang bersangkutan, melainkan berpidato membicarakan tentang pembicaraan yang tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahan yang sedang dirundingkan.
Tokoh politik dan agama Arab Saudi menuntut boikot produk Denmark pada tanggal 20 Januari 2006. Perusahaan Arla dengan tanggapnya memberitakan dalam surat kabar milik Denmark (Jullands-Posten) yang isinya menyinggung rasa takut karena kemarahan dalam satu lembar penuh surat kabar. Arla tidak membantu sama sekali dalam usaha penanganan permasalahan perusahaannya dan tindakan tersebutpun diakui oleh perusahaan Arla tersebut.
Pada tanggal 27 Januari, telah diadakannya Konfederasi Industri Denmark menyuruh Jyllands-Posten untuk mencetak lembar meminta maaf kepada pihak yang bersangkutan tentang permsalahan gambar, lalu mereka baru menerbitkan kerjanya pada tanggal 31 Januri. Akan tetapi terjadi perselisishan dua kubu karena pemerintahan Denmark yang tidak dapat meminta maaf atas nama Koran Denmark, hal ini diperkirakaan untuk jadi pencitraan pada pemerintahan Denmark saja, dengan cara yang seperti ini tampak jelas bahwa pemerintah tidak bertanggungjawab dan berkuasa penuh mengenai rakyatnya.
Perusahaan Arla mengatakan produknya di boikot total dibagian Timur Tengah, semua pelanggan serentak membatalkan pesanan mereka. Dengan jumlah awal sebanyak 800 pekerja di Riyadh 100 pekerja. Denmark kehilangan export 16 miliar yang termasuk dalam jumlah yang cukup besar, Menurut Chief Arla Finn Hansen, bisnis di Timur Tengah  mereka bangun sekitar 40 tahun, dan menghilang dalam 5 hari, Pada bulan Maret perusahaan Arla memperkirakan akibat boikot akan mencapai US$ 64 juta. Arla juga menegaskan bahwa tentang komitmennya, dimana pihak perusahaan dipercayai bahwa masa depan Arla berada di Negara Timur Tengah, dengan segera Arla memulai pemasaran ulang produk di Timur tengah dengan memenuhi surat kabar Arab melalaui iklan.
Di bulan April, produk Arla mulai dimasukkan kembali dan dipasarkan di berbagai took di daerah Timur Tengah. Hal ini dilakukan Arla dengan cara memberi produk dengan disertai perencanaan mengenai kegiatan sponsor kemanusiaan di wilayah Timur Tengah. Perusahaan akan melihat pencabutan boikot Timur Tengah melalui penghapusan produk.
Sesuatu yang dapat dipelajari dalam hal ini adalah bahwa pemboikotan produk perusahaan didalam sebuah negeri dapat memberikan dampak yang besar bagi Negara. Begitupun dengan pemasaran produk – produk di Negara muslim yang cukup signifikan dapat menentukan perekonomian suatu Negara, seperti Denmark.
Jika dianalisis dengan Perencanaan Isu (Issu plan) atau manajemen isu, menurut Kriyantono (2012, h. 182) Langkah terbaik mengatasi krisis adalah membuat sebuah rencana antisipasi krisis. Bahwa perusahaan Arla harus selalau memonitoring isu agar jika terdapat isu perusahaan maka dapat ditangani dengan cepat serta agar tidak memicu amarah publik yang meluas.

Menurut Kriyantono (2012, h. 174) menjelaskan bahwa krisis mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik tersebut dapat dijadikan alat untuk membedakan antara krisis dengan isu. Jika dikaitkan dengan permasalahan-permasalahan perusahaan Arla dapat dikategorika dalam sebuah karakteristik krisis.
1.     Peristiwa yang spesifik (spesifik event)
Krisi yang menerpa perusahaan Arla terdapat pada produknya, sehingga melebar luas samapai ke permaslahan pemecatan (PHK) terhadap para karyawannya.
2.     Krisis bersifat tidak diharapkan  dan dapat terjadi setiap saat
Setiap perusahaan selalu memiliki potensi terjadinya krisis, yaitu krisis yang dapat mengancam publiknya, memang Arla pada saat itu tidak dapat menghindari krisisnya, karena krisis yang dialami Arla merupakan gangguan pada lingkungan social budaya dari bagian aktivitas perusahaan.
3.     Menimbulkan kepanikan
Perushaan Arla panic ketika tidak ada satupun yang mau menerima produk dari mereka dan Arla mengalami kerugian yang sangat drastis, karena hal tersebut pemboikotan terjadi dari public kepada perusahaan.
4.     Menimbulkan dampak bagi operasional organisasi
Pemerintah juga ikut serta dalam menangani permasalahan Arla, sehingga perusahaan tidak lagi produktif dan menimbulkan PHK kepada para karyawannya. Dampak yang ditimbulkan yaitu perusahaan mengalami penurunan profit karena tidak lakunya barang produk mereka dinegara islam yang menjadi target pemasaran utama.
5.     Berpotensi menimbulkan konflik
Media massa sangat berperan penting dalam pembentukkan opini public sehinngga media massa dapat mendominasi atau mengkonstruksi pemikiran masyarakat. Hal ini membuat Krisis perusahaan Arla menimbulkan pro dan kontra terhadap public, dimana pemberitaan dianggap rasis dan menghina umat islam.


Analisis selanjutnya adalah analisis Tahapan Krisis. Secara umum krisis berkembang melalui tiga tahap (Coombs, 2010; Devlin, 2007; Smudde, 2001). Krisis yang di alami perusahaan Arla memiliki tiga tahap krisis tersebut, antara lain :
·      Pra-krisis (pre-krisis)
Pra-krisis terjadi ketia media massa mengeluarkan cetakan produk Arla dengan menggambar nabi Muhammad, dan juga hal tersebut memunculkan Pemberontakan umat islam se-dunia yang dikarenakan penghujatan rasis dan telah menghina umat islam didaerah Timur Tengah melalui sasaran produknya.
·      Krisis (acute crisis)
Produk Arla didaerah Timur Tengah mengalami pemorosotan perushaan yang mengakibatkan PHK kepada karyawan, serta boikot produk perusahaan Arla di Timur Tengah mempengaruhi keadaan ekonomi di Denmark.
·      Pascakrisis
Pihak perusahaan menerangkan bahwa masa depan perusahaan berada di kawasan Timur Tengah, karena jika target segmentasi bukan didaerah Timur Tengah, Arla akan hancur dan juga perekonomian Negara ikut terpuruk, karena hal tersebut Perdana menteri Denmark mengajukan permintaan maafnya dan juga mengenai tidak bertanggungjawab atas pemberitaan Koran Denmark, karena terdapat campur tangan pemerintah didalamnya.

Oleh karena itu, kesimpulan yang dapat kita pelajari, yaitu kejadian boikot Arla bukan atas prakarsa pemerintah, tetapi seperti warga sendiri yang aktif melakukan pemboikotan, dan itu bukan hal yang asing dibenak kita, karena pembelian produk dinegara sendiri merupakan hak konsumen tersendiri. Menurut pendapat saya apa yang sudah dilakukan oleh Koran Denmark merupakan hal yang cukup untuk menghina umat islam, karena dengan adanya kasus gambar nabi Muhammad dalam keadaan terhina, serta dengan angkuhnya mereka tidak mau meminta maaf serta perlahan menghindari kebebasan media. Boikot merupakan salah satu cara penyerangan untuk menggertakan masyarkat yang bertindak melecehkan umat islam.

DAFTAR PUSTAKA


Kriyantono, Rachmat. (2012). Public Relation & Crisis Management: Pendekatan Critical Public Relations, Etnografi kritis, dan Kualitatif, Jakarta: Prenada Media Group